POLIGAMI DAN
PERKAWINAN BEDA AGAMA
1. Pengertian, meka-nisme, dan berba-gai pandangan ten-tang poligami
2. Pengertian dan berbagai
pandangan serta konsekwensi perkawinan beda agama
Mahasiswa/mahasiswi dapat menjelaskan :
1.
Hak isteri atas suami (kewajiban
suami terhadap
isteri)
2. Hak suami atas isteri (kewajiban isteri terhadap suami)
3. Hak
bersama suami isteri
Mahasiswa/mahasiswi
dapat menjelaskan:
1.
Nusyuz: pengertian, dasar hukum, dan cara
mengatasi nusyuz
2. Syiqaq:
pengertian, dasar hukum, dan cara mengatasi Syiqaq
I. POLIGAMI
Dalam khazanah Yunani dikenal beberapa
istilah yang mengandung arti seseorang kawin lebih dengan lebih dari seorang
dalam satu waktu yang bersmaan:
1.
Poligami (poly, apolus = banyak; gamos, gimi =
perkawinan), artinya banyak kawin. Istilah ini digunakan untuk menunjuk pada
praktek perkawinan lebih dari satu suami
atau isteri. Kalau laki-laki mempunyai lebih dari satu isteri dan kalau
perempuan mempunyai lebih dari satu suami.
2.
Polianadri
(poly = banyak; Andros = pria), artinya banyak pria. Istilah ini digunakan
untuk menunjuk pada seorang perempuan melakukan perkawinan dengan banyak pria
dalam waktu yang bersamaan.
3.
Poligini
(poly = banyak; gini = perempuan), artinya banyak perempuan. Istilah ini digunakan untuk menunjuk pada
seorang pria melakukan perkawinan dengan
banyak wanita dalam waktu yang bersamaan.
Pada masa sekarang istilah poligami
hanya digunakan untuk menyebut seorang laki-laki yang melakukan perkawinan
dengan lebih dari seorang perempuan dalam waktu yang bersamaan. Dalam fiqh
poligami dikenal dengan istilah ta’addud az-zaujat (berbilang isteri).
Istilah-istilah di atas menunjukkan
bahwa praktek kawin seorang laki-laki dengan lebih dari seorang perempuan atau
seorang perempuan kawin dengan kebih dari seorang laki-laki dikenal adanya
dalam masyarakat, termasuk pada masyarakat Arab jahiliyah yang merupakan
tremoat turunnya al-Quran.
Terdapat beberapa pendapat tentang boleh
tidaknya poligami. Di kalangan ulama/fuqaha pun diketahui ada lebih dari satu
pendapat dengan didasarkan kepada landasan yang sama yaitu al-Qur’an dan
al-hadis, tetapi cara memahaminya berbeda. Memang di dalam al-Qur’an terdapat
ayat yang mengisyaratkan bolehnya poligami, yaitu dalam surat an-Nisā’ ayat 3:
……………….
Artinya: “…………….”.
Menurut Quraish Shihab, latar belakang turunnya
ayat ini berkaitan dengan anak yatim yang berada dalam pemeliharaan seorang
wali, ia menginginkan hartanya dan tertarik kecantikannya dan ingin mengwaninya
tanpa memberi mahar, maka itu dilarang menikahi mereka, kecuali jika bisa berlaku adil kepada mereka dan memenuhi
maharnya atau mereka dianjurkan menikahi wanita lain saja.
Surat an-Nisā ayat 3 di atas bukan poligami
sebagai aturan baru yang diperkenalkan Islam, tetapi untuk menjawab realitas
sosial pada saat itu, suatu era
perempuan dan perempuan yatim pada khususnaya sering kali terekploitasi
dengan berbagai tradisi, termasuk tradisi poligami tanpa batas dan tanpa
syarat. Pemahaman terhadap surat an-Nisā’ ayat 3 bahwa menikahi anak yatim atau
janda yang mempunyai anak yatim
merupakan wujud pertolongan bukan untuk kepuasan seks.
Adapun hadis yang dijadikan dasar
kebolehan poligami, bahwa setelah perang Uhud, Nabi Muhammad saw membatasi
jumlah isteri para sahabat maksimal empat orang. Dalam kitab-kitab hadis ada
beberapa riwayat yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah, at-Turmuzi, dan
Ahmad. Dalam hadis riwayat at-Turmuzi yang bersumber dari Ibnu Umar disebutkan
bahwa Gailan bin Salamah aš-Šaqafi masuk Islam dan ia mempunyai isteri sepuluh
orang, lalu oleh Nabi diperintahkan untuk memilih empat orang saja.
عن ابن عمر قال
اسلام غيلان بن سلامة وتحته عشر نسوة فقال له النبي صلعم خذ منهنّ اربعا
…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar